Ohayou minna-san. Ketemu lagi
sama kita, C-tax :v . Kita ke Jepang lagi gapapa yaa. Belum bosen kan?.
:D. Kali ini kita bakal bahas tentang pajak istri. Mungkin beberapa media berita atau blog sudah membahas ini
sebelumnya, tapi mari kita kupas lebih tajam lagi setajam silet :v .
Fuyou kazoku houken, istilah yang berarti ‘pajak suami’.
Sama seperti di Indonesia, di Jepang, istri dan anak merupakan tanggungan suami
yang masuk dalam perhitungan pajak suami. Istri boleh bekerja untuk mendapatkan
penghasilan tambahan. Bagaimana pengenaaan pajaknya ? . Untuk penghasilan ¥1.030.000/tahun,
dikenakan pajak sebesar 10%. Di Jepang, istri juga dapat memiliki kewajiban
perpajakannya sendiri, atau dengan kata lain lepas dari tanggungan suami.
Syaratnya, penghasilan istri harus lebih dari ¥1.300.000/tahun. Ketika lepas
tanggungan, seluruh pajak yang berlaku di Jepang, harus Ia tanggung sendiri,
baik itu pajak penghasilan, juumin zeikin (pajak kependudukan), kenko hoken (asuransi
kesehatan), kokumin nenkin (pensiun), dsb.
Beberapa rata-rata nominal pajak yang harus dibayarkan adalah sebagai berikut :
- Pajak kependudukan ¥15.000
-Asuransi kesehatan ¥23.000
-Pensiun ¥15.000
Total pajak dan asuransi yang harus dibayar ¥53.000/bulan.Jika dikalikan 12 bulan maka jumlah pajak yang harus dibayar adalah ¥636.000 belum termasuk pajak penghasilan pertahun.
Lepasnya tanggungan suami akan menyebabkan pajak suami juga menjadi lebih besar. Karena itu, kebanyakan para istri berhenti bekerja di nilai nominal ¥1.030.000 - ¥1.300.000. Jika penghasilan setahun lebih dari ¥1.300.000 atau misalnya ¥1.500.000, nilai nominal yang dibawa pulang hanya sekitar ¥800. Padahal waktu yang dikorbankan untuk bekerja lebih lama daripada penghasilan ¥1.030.000 - ¥1.300.000.
Beberapa rata-rata nominal pajak yang harus dibayarkan adalah sebagai berikut :
- Pajak kependudukan ¥15.000
-Asuransi kesehatan ¥23.000
-Pensiun ¥15.000
Total pajak dan asuransi yang harus dibayar ¥53.000/bulan.Jika dikalikan 12 bulan maka jumlah pajak yang harus dibayar adalah ¥636.000 belum termasuk pajak penghasilan pertahun.
Lepasnya tanggungan suami akan menyebabkan pajak suami juga menjadi lebih besar. Karena itu, kebanyakan para istri berhenti bekerja di nilai nominal ¥1.030.000 - ¥1.300.000. Jika penghasilan setahun lebih dari ¥1.300.000 atau misalnya ¥1.500.000, nilai nominal yang dibawa pulang hanya sekitar ¥800. Padahal waktu yang dikorbankan untuk bekerja lebih lama daripada penghasilan ¥1.030.000 - ¥1.300.000.
Selain untuk mendorong pemerataan ekonomi di kalangan
masyarakat (agar semua mendapat kesempatan bekerja), sebenarnya pengenaan pajak
istri di Jepang ini diberlakukan karna suatu tujuan lain yang tak kalah penting,
yaitu untuk mempertahankan karakter orang Jepang. Sistem perpajakan ini akan
membuat wanita usia produktif untuk lebih banyak menghabiskan waktunya di
rumah. Mereka akan memiliki waktu luang untuk berbelanja, membawa anak-anaknya
ke tempat main, dan lain-lain. Kalaupun mereka bekerja, mereka akan memilih ‘part-time’,
sehingga mereka tetap memiliki waktu luang.
Jika wanita produktif memilih bekerja seharian di luar, maka hanya manula lah yang aktif dalam kegiatan keseharian di seluruh tempat yang ada di Jepang. Program tv akan berubah karena pagi,siang, dan sore penontonnya hanya manula. Efek lainnya ialah menipisnya budaya dan kebiasaan yang turun temurun diterapkan di Jepang, seperti kebiasaan makan bersama. Para Ibu akan lebih sering menyiapkan masakan cepat saji yang menyebabkan penurunan gizi dan mengikis budaya mempertahankan masakan rumah yang merupakan hal penting bagi orang Jepang. Anak-anak Jepang akan kekurangan kasih sayang ibu karena kesibukan Ibu mereka. Mereka akan tidur lebih malam, menggunakan listrik berlebihan untuk bermain karena tidak ada kontrol dari Ibu mereka. Ini menyebabkan pertumbuhan fisik mereka menjadi tidak maksimal. Pola pikir, kebiasaan, kebudayaan yang merupakan bagian dari karakter akan berubah.
Betapa hebatnya pemerintah Jepang membuat kebijakan yang diberlakukan hanya demi mempertahankan budaya yang mereka junjung tinggi. Lantas bagaimana kabar pemerintahan kita ?. J (アイニ "ND" )
Jika wanita produktif memilih bekerja seharian di luar, maka hanya manula lah yang aktif dalam kegiatan keseharian di seluruh tempat yang ada di Jepang. Program tv akan berubah karena pagi,siang, dan sore penontonnya hanya manula. Efek lainnya ialah menipisnya budaya dan kebiasaan yang turun temurun diterapkan di Jepang, seperti kebiasaan makan bersama. Para Ibu akan lebih sering menyiapkan masakan cepat saji yang menyebabkan penurunan gizi dan mengikis budaya mempertahankan masakan rumah yang merupakan hal penting bagi orang Jepang. Anak-anak Jepang akan kekurangan kasih sayang ibu karena kesibukan Ibu mereka. Mereka akan tidur lebih malam, menggunakan listrik berlebihan untuk bermain karena tidak ada kontrol dari Ibu mereka. Ini menyebabkan pertumbuhan fisik mereka menjadi tidak maksimal. Pola pikir, kebiasaan, kebudayaan yang merupakan bagian dari karakter akan berubah.
Betapa hebatnya pemerintah Jepang membuat kebijakan yang diberlakukan hanya demi mempertahankan budaya yang mereka junjung tinggi. Lantas bagaimana kabar pemerintahan kita ?. J (アイニ "ND" )
0 komentar:
Posting Komentar